Kamis, 22 Februari 2018

Trial Class dan Cerita Pertemuan Pertama Tusiwork


Siang itu, Sabtu 20 Januari 2018, para volunteer tusiwork mulai berdatangan di YAPTI. Meski ada beberapa orang yang tersesat, semua tiba dengan selamat. Tentu saja berkat monitoring volunteer lain yang sudah ada di YAPTI dan juga berkat bantuan google maps.

Siang itu akan diadakan trial class. Trial class adalah kelas percobaan untuk merasakan suasana kelas secara langsung sebelum kelas sesungguhnya dimulai.

Trial class dimulai dengan kelas Bahasa Inggris oleh kak Citra sebagai volunteer pengajar dan 7 orang volunteer pendamping. Peserta kelas bahasa Inggris yang hadir hanya 5 dari 8 orang peserta yang terdaftar karena ada yang keluar daerah. Jadi, 2 orang relawan pendamping hanya mengamati bagaimana pendamping lain membantu tunanetra belajar bahasa Inggris. Para peserta sangat bersemangat, pengajar dan pendamping tak kalah semangatnya.
Kelas Bhs. Inggris menjadi Pembuka Trial Class

Kelas diawali dengan perkenalan singkat antara pengajar, pendamping dan peserta. Kak Citra kemudian meminta peserta dan pendamping menyebut namanya satu per satu disertai spelling agar peserta terlatih pengucapan. Pendamping pun tak kalah heboh menyebut nama kemudian spelling. Kak Citra kemudian menanyakan umur masing-masing dan tentu setelah menjawab pun harus disertai spelling. “How old are you?”, “I am ninety years old” jawab Yoga dengan semangat. Semua orang dalam kelas tertawa ketika Yoga salah menyebut umur, yang harusnya 19 menjadi 90 tahun. Yoga dengan percaya diri mengulangnya dan menjadi bahan candaan tersendiri di kelas siang itu.

Trial class berlangsung 90 menit. Setelah trial class diadakan briefing. “ Sebenarnya teman-teman peserta sudah bisa bercakap tapi masih agak malu, aksennya juga sudah bagus karena terlatih listening dari screen reader.” Kata kak Citra memaparkan pengalamannya mengajar tunanetra.

Setelah sholat Ashar trial class kedua adalah kelas literasi oleh kak Nunu sebagai volunteer pengajar dan sudah memiliki pengalaman menulis di komunitas yang dipimpinnya yaitu komunitas blogger Anging Mammiri. Kak Nunu memulai perkenalan di kelas literasi dengan cara unik, peserta dan pendamping dipersilahkan menyebut nama dan satu hal yang orang lain belum tahu mengenai diri masing-masing. Ada Yoga yang ternyata suka menanam. Ada Kak Syarif yang memiliki kegemaran baru dalam bidang podcast . Semuanya memiliki hal-hal yang memang tidak diketahui orang lain.

Kak Nunu mengarahkan peserta dan pendamping duduk berhadapan kemudian memberikan pertanyaan kedua. Kalau diberi kesempatan ingin memiliki kekuatan, ingin jadi apa?. Jadilah para peserta dan pendamping berimajinasi.


Kelas Literasi yang penuh semangat

Pertanyaan ketiga. Kalau misal ada mesin waktu, mau ke masa lalu bagian mana dan kenapa?. Pertanyaan ini sempat membuat Nanda sebagai pendamping terharu saat Yoga mengatakan “Kalau ada mesin waktu saya ingin kembali di usia kanak-kanak ketika saya masih bisa melihat.”

Pertanyaan keempat. Ketika umur 60 tahun, apa yang kalian inginkan?. Refleks Yoga menjawab “ingin punya cucu,” lagi-lagi Yoga membuat kelas riuh. Dia memang sangat bersemangat mengikuti  kelas literasi karena ingin struktur penulisannya bagus sehingga bisa menulis dan bisa berbagi dengan orang lain melalui tulisannya.

Pertanyaan-pertanyaan yang mengajak peserta mengingat masa lalu dan membayangkan masa depan sengaja diberikan kak Nunu agar peserta terbiasa berimajinasi karena sangat membantu dalam menemukan ide tulisan. 

Masing-masing peserta di kelas literasi memang sudah memiliki cita-cita dalam hal kepenulisan. Seperti kak Riska yang ingin membuat buku “Seribu Puisi”. Kak Tiar yang ingin membuat novel. Kak Syarif yang ingin menulis agar dikenal.

Minggu, 21 Januari

Trial class hari kedua agak berbeda, kelas dimulai sedikit terlambat. Kelas terkendala kurangnya laptop yang dibutuhkan untuk trial class komputer. Setelah Kak Syarif sebagai pengurus PERTUNI kasak kusuk mencari laptop, jadilah beberapa peserta yang tidak memiliki laptop menggunakan laptop PERTUNI dan laptop pendamping. Trial class komputer dibagi menjadi dua kelas karena memang peminatnya lebih banyak dibanding kelas yang lain. Kak Unga dan Kak Sri menjadi pengajar di kelas komputer.

Kelas komputer dimulai dengan perkenalan singkat antara pengajar, pendamping, dan peserta. Di trial class ini, Kak Unga dan Kak Sri mengajarkan mengetik menggunakan 10 jari.  Peserta dikenalkan mengenai posisi keyboard, menghapal posisi tangan dan jari pada keyboard, peserta juga diajarkan meletakkan jari pada posisi awal yang benar.

Belajar Pengetikan 10 Jari

Ada sedikit kelucuan di kelas komputer. Ketika peserta mulai heboh membicarakan tentang “Damayanti” pendamping mulai sedikit bingung. Ternyata “Damayanti” adalah  sebuah aplikasi pembaca layar atau Screen reader. Pendampin  di kelas komputer merasa mendapat pengalaman baru mendampingi teman-teman tunanetra belajar, salah satunya mengenai screen reader yang mereka gunakan.

Screen reader adalah sebuah perangkat lunak yang diperuntukkan membantu penyandang tunanetra membaca tulisan pada gawai atau layar komputer. Cara kerja perangkat lunak tersebut  adalah dengan mengubah tulisan di layar menjadi ucapan (text to speech). Secara alami mouse tidak begitu berguna bagi penyandang tunanetra sehingga mereka lebih sering bekerja menggunakan keyboard. Screen reader juga memiliki banyak shortcut, misalnya membaca beberapa bagian di window yang aktif atau menghidupkan dan mematikan beberapa fitur screen reader tersebut.

Peserta di kelas komputer memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Sebagian sudah hafal letak keyboard. Ada yang sudah lancar mengetik. Ada juga yang masih membutuhkan waktu lama mengetik ketika mendapatkan instruksi dari pendampingnya.

Kak Evi yang telah memiliki pengalaman mendampingi tunanetra di Jambore TIK Nasional tahun 2017 mengatakan “ tunanetra memang harus menguasai keyboard dan fungsinya karena mereka tidak bisa menggunakan mouse kecuali yang low vision”.

Trial class terakhir adalah kelas pemrograman. Kali ini pengajarnya adalah Kak Na’im. Peserta di kelas pemrograman kebanyakan kaum adam. Kelas dimulai dengan perkenalan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi. Kelas ditutup dengan diskusi lepas mengenai keberlanjutan kelas pemrograman kedepannya.
Kelas Favorit Peserta Laki-laki

Trial class ini diperuntukkan bagi volunteer baik pengajar maupun pendamping karena ini adalah pengalaman pertama. Tentu mengajar difabel membutuhkan teknik yang berbeda,” kata Kak Evi setelah trial class selama 2 hari berakhir.



Semoga semangat para volunteer dan peserta tetap terjaga di bulan Februari, Maret, April, dan bulan-bulan berikutnya. Sekali lagi, SEMANGAT!!!
Tidak perlu sempurna untuk bisa bermanfaat bagi sesama.....



Previous Post
Next Post

0 komentar: